Rabu, November 5

SAMPAI KAPAN KESENIAN INI AKAN BERTAHAN

Apakah yang selama ini kita berikan untuk kesenian sudah maksimal menyentuh target yang kita inginkan? Ini sebuah pertanyaan yang menjadi kegelisahan penulis untuk membuka ruang diskusi kita. Perjalanan kesenian selama ini yang dapat kita rasakan hanyalah merupakan kegiatan rutin tanpa menyentuh nilai apresiasi dalam mengarungi ruang-ruang kreativitas pencarian dan pencapaian nilai estetika. Kita hanya mengulangi peristiwa-peristiwa diatas pangung yang pernah dilakukan sebelumnya oleh komunitas seni. Pencapaian estetika yang ditawarkan baik kelompok seni tradisional maupun modern belum pernah kita paparkan dalam ruang apresiasi bersama untuk menemukan dan mempertanggungjawabkan secara konsep artistik maupun pencapaian bentuk estetika yang didasarkan pada konsep garapan. Hal ini sangat perlu dilakukan menurut penulis, karena proses pencapaian artistik merupakan hasil puncak-puncak pencarian kreativitas yang perlu dikerjakan oleh komunitas seni.

Hal tersebut akan memberikan nilai apresiasi bagi penonton atau penikmat seni. Kebutuhan ini sering dilakukan oleh komunitas-komunitas seni yang ada di pusat kesenian (ibukota propinsi) sampai saat ini. Salah satu contoh apa yang dilakukan oleh jaringan komunitas teater remaja di Jawa Timur yang dilaksanakan di Taman Budaya Jawa Timur (Cak Durasim) ataupun yang sudah pernah dilakukan oleh Dewan Kesenian Jakarta dengan membangun kegiatan rutin pementasan teater oleh kelompok-kelompok teater di Taman Ismail Marzuki sehingga menawarkan konsep-konsep teater yang ada saat ini. Namun yang dilakukan oleh pekerja seni yang ada di Sumenep jarang kita temukan hal yang demikian, dan pada saat inilah seharusnya kita dapat memulainya. Mungkin hal inilah yang menjadi kelemahan kita bersama di dalam proses berkesenian kita selama ini. Kelemahan ini mungkin dikarenakan kurangnya ruang-ruang apresiasi dan kita mungkin ditakdirkan untuk tidak dapat menerima pendapat atau evaluasi dari pihak lain yang dianggapnya hanya dapat melemahkan proses kreativitas yang selama ini sudah dilakoninya.

Seperti halnya pementasan kesenian tradisional yang selama ini digelar, perhelatan rutin dilaksanakan karena untuk acara hiburan semata dan pementasan teater serta tari dilaksanakan hanya sebagai penanda pencapaian proses latihan atau ditampilkan bersamaan dengan acara ulang tahun komunitasnya. Memang ada beberapa kegiatan pentas yang dilanjutkan dengan evaluasi atau acara diskusi, namun yang diwacanakan hanyalah pujian atau kritikan yang tidak apresiatif. Penulis merasa rindu sebagaimana yang dilakukan oleh teman-teman pekerja seni di luar Madura, mereka benar-benar membahas nilai-nilai capaian artsistik saat selesai pentas dengan mendatangkan pengamat yang sesuai dengan bidang garapannya. Sehingga apa yang dilakukan oleh komunitas seni dalam menawarkan produksinya selalu ingin mendapatkan pencapaian nilai estetika yang baru. Mungkin hal inilah yang belum dilakukan oleh teman-teman pekerja seni di Sumenep khususnya, sehinga geliat perkembangan kesenian sangatlah lamban dan dapat dibilang jalan ditempat.

Kurangnya publikasi pementasan menjadi salah satu bagian tidak terdengarnya capaian-capaian target artistik dari kelompok-kelompok seni yang berkembang di Sumenep. Hal ini sangatlah kita rasakan mengapa sampai saat ini kita tidak pernah membaca atau mendengar adanya pementasan di ruang-ruang publik atau gedung pertunjukan (dalam tanda kutip) lingkaran berkesenian diwilayah kita. Penulis sangat merasakan betapa dahsyatnya pengaruh publikasi baik dalam bentuk media cetak maupun media elektronik (dunia maya) untuk memberikan informasi bahwa peristiwa kesenian akan atau sudah berlangsung. Seperti halnya beberapa peristiwa panggung baik berskala local maupun nasional yang banyak kita dapatkan di dunia maya (internet). Hal demikian perlu kiranya mendapatkan perhatian bagi penggiat seni di Sumenep untuk kiranya juga mempublikasikan agar peristiwa kesenian di Sumenep juga menjadi lalu lintas informasi peristiwa kesenian di daerah lain.

Tidak kalah menariknya adalah apa yang sudah dilakukan oleh lembaga-lembaga yang mengayomi kesenian baik Dinas Pendidikan maupun Dinas pariwisata dan kebudayaan kabupaten Sumenep selama ini. Kegiatan yang selama ini dilaksanakan oleh DISPARBUD yakni atas nama program pembinaan, pelestarian dan pengembangan kesenian dan budaya, yang penulis rasakan hanyalah melakukan kegiatan seremonial proyek agar program berjalan tanpa memperhitungkan pencapaian nilai-nilai apresiasi kepada masyarakat. Bisa dikatakan proyek selesai dan laporan diserahkan ke Dewan sehingga pencairan dana selesai tanpa memikirkan apakah kegiatan tersebut mencapai target sasaran apresiasi kepada masyarakat. Seperti halnya pelaksanaan pentas seni budaya baru-baru ini yang dilaksanakan dilapangan Gotong Royong (LKS Sumenep) dengan setting panggung yang sangat-sangat sederhana atau bisa dibilang apa adanya, tanpa ada capaian estetika dan materi yang ditampilkan juga pengulangan karya-karya dari komunitas seni yang selalu jadi tunjukan pihak penyelenggara. Yang hendaknya dilakukan adalah seberapa besar hasil binaan pihak penyelenggara kepada komunitas dan target hasil pembinaan tersebut dapat diapresiasikan kepada masyarakat. Diharapkan ada senergisitas antara kelompok seni dengan birokrasi atau lembaga kesenian untuk menjembatani kepentingan apresiasi masyarakat atau penonton. Namun yang dapat kita rasakan adalah pihak penyelenggara tidak mencoba untuk menawarkan kepada kelompok-kelompok seni yang lain yang selama ini juga melakukan proses kreativitas di komunitasnya masing-masing. Saya pikir penyelengara hanya melakukan pendekatan relasi saja tanpa dilakukan pendekatan proses kreativitas. Hal inilah salah satu penyebab keterpurukan pengembangan kegiatan seni di kabupaten Sumenep. Begitu juga yang dilakukan oleh dinas pendidikan, selama ini tidak melakukan program pembinaan atau apresiasi ke sekolah-sekolah secara rutin agar diketahui sampai mana pengembangan proses kreativitas seni terhadap siswa atau sekolah. Ini sangat penting dilaksanakan agar proses kreativitas siswa tidak hanya menjadi tanggung jawab guru kesenian namun juga tanggung jawab bersama dengan pihak birokrasi yang ada.

Pada dasarnya kesenian merupakan kebutuhan masyarakat, baik sebagai kreator maupun sebagai penyangga kesenian (masyarakat penonton). Kesenian hidup dan dihidupi karena kebutuhan masyarakatnya, baik sebagai sarana upacara ritual ataupun sebagai sarana hiburan. Kesenian tradisional sampai sekarang pun masih dapat hidup walaupun jantungnya sudah megap-megap karena banyaknya ragam media hiburan yang ditawarkan oleh budaya industri. Seni pertunjukan modern khususnya tari dan teater juga perkembangannya tidak kita ragukan sebagai sarana aktivitas kegiatan kampus maupun kegiatan ekskul di sekolah-sekolah. Namun apakah kita biarkan mereka berjalan tanpa adanya sentuhan dari pihak yang memayungi kesenian (DISPARBUD dan DIKNAS) dan juga tidakkah kita mencoba untuk membangun penonton yang apresian terhadap garapan yang kita tawarkan. Jelas ini adalah hal yang sangat urgent untuk kita pikirkan bersama bagaimana kita mampu membangun penonton yang baru sehingga karya kreativitas kita dapat mencapai puncak-puncak kreativitas. Dengan kita mampu membangun penonton yang apresian dan didampingi oleh pembinaan dari pihak yang terkait secara benar dan rutin, penulis yakin kesenian tidak akan mengalami stagnasi perkembangan dan mungin akan berjalan menuju mercusuar kreativitas yang pernah dilakukan oleh seniman-seniman tempo doloe. (by. Agus Suharjoko).

Senin, September 22

JEJAK LANGKAH K@TeS 2000-2008

Ditengah-tengah aktivitas siswa di SMA Negeri 1 Sumenep dalam mengejar prestasi akademik, lahir juga kegiatan siswa yang bergerak dalam pengembangan potensi bakat dan midat dalam bidang seni. Delapan tahun yang lalu tepatnya tahun 2000, lahirlah bayi mungil dari bunda Smansa yang pada usianya diberi nama Komunitas Teater Smansa (K@TeS). Ia mewarnai hiruk pikuk kegiatan siswa di SMA Negeri 1 Sumenep dengan teriakan-teriakan vokal, geliat tubuhnya dan pengembangan kecerdasan otaknya hingga mampu berjalan tertatih-tatih dengan beban dipundaknya.

Menelusuri kehidupan K@TeS yang sudah 8 tahun mewarnai dunia teater di Sumenep dan sekitarnya, sudah bayak menemukan pengalaman hidup dan penghargaan yang dapat diraihya. Pada usianya yang satu tahun, K@TeS sudah mengukit prestasi sebagai penampil terbaik festival teater pelajar se kabupaten Sumenep dan Festival Pelajar yang diselenggarakan oleh UNIRA dengan menggarap karya “Topeng-topeng”. Dengan keberhasilan K@TeS maka mewakili kabupaten sumenep pada ivent Pekan Seni Pelajar SMA Se Jawa Timur dan meraih gelar Penyaji Unggulan terbaik.

“Rintrik” merupakan produksi ke -2 yang dipentaskan oleh K@TeS pada Festival Teater yang diselenggarakan oleh UNIRA (Unieversitas Madura ) dengan meraih Penyaji Terbaik tingkat Pelajar dan sempat pentas bersama di Aula STAIN Pamekasan.

Tahun ketiga K@TeS memproduksi karya teater dengan naskah “Nyonya Hakim” dan sempat mengikuti Festival Teater Pelajar se Kabupaten Sumenep dan mewakili Sumenep dalam rangka Pekan Seni Pelajar Se Jawa Timur bertempat di Madiun dan meraih penghargaan sebagai Penyaji Unggulan Terbaik.

Pada Tahun keempat K@TeS mendapat kepercayaan dari Dinas Pendidikan kabupaten Sumnep mengikuti acara Festival Fragmen Budi Pekeri pelajar se Jawa Timur bertempat dio Ponorogo, berhasil meraih penghargaan sebagai penulis naskah terbaik dan penyaji unggulan terbaik dengan garapan “Tuti Keracunan Wajah”.

K@TeS mendapat undangan khusus dari Kanwil Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur untuk mengikuti acara Festival Fragmen Budi Pekerti pelajar se Jawa Timur bertempat di Batu – Malang dengan dana sendiri yang terkumpul dari swadaya anggota, dengan semangat yang luar biasa dan membawa karya “Tetuko” meraih gelar sebagai Penyaji Unggulan Terbaik.

Karya Pantomime dengan judul “Laptop” juga menjadi garapan dari K@TeS dan sempat pentas di Aula MAN Sumenep dan mengisi acara EKSPRESI di Stasiun TV Lokal Madura Chanel.

Pada Festival Fragmen Budi Pekerti pelajar se Jawa Timur tahun 2008 yang bertempat di Singosari – Malang kita mendapat kepercayaan lagi untuk mewakili kabupaten Sumenep, dan K@TeS meraih penghargaan sebagai Penulis Naskah Terbaik, Penyaji Unggulan Terbaik. Disamping itu Kampung Kardus diminta untuk mengisi acara EKSPRESI di Stasiun TV Lokal Madura Chanel.

Disamping kegiatan K@TeS selalu mengikuti ivent-ivent festival tingkat Jawa Timur juga mengadakan pementasan di AULA SMA Negeri 1 Sumenep dengan bentuk garapan eksperimental art. Pada acara mengenang kembali Bencana Tsunami Aceh K@TeS mengadakan acara Permorfing Art dan Baca Puisi. K@TeS juga mengadakan jalinan komunikasi dan pentas bersama dengan komunitas teater SMA Negeri 3 Pamekasan, Komunitas Fragmen Budi Pekerti kabupaten Sampang dan Bangkalan. Telah banyak yang sudah diberikan K@TeS untuk memberikan goresan-goresan estetika berteater di Sumenep dan Jawa Timur.

Pada tahun ke-8 ini K@TeS mempersiapkan produksi dengan mengambil naskah DHEMIT dengan penulis Heru Kesawa Murti (Gandrik). Persiapan dan latihan sudah dimulai dan semoga persiapan yang rencananya dengan durasi 90 menit menjadi tontonan yang akan bisa diapresiasi bersama. Viva K@TeS dan hiduplah dengan kreativitas untuk melahirkan KARYA. (The Show Must Go On) by. Agus Suharjoko.

Naskah Lakon " DHEMIT"

Penulis :
Heru Kesawa Murti (Gandrik)

Diadaptasi oleh :

Agus Suharjoko, S.Sn.

Untuk kepentingan :

PRODUKSI KE – 8

KOMUNITAS TEATER SMANSA

( K @ T e S )


GELAR PENTAS SENI TUTUP TAHUN 2008

PAGUYUBAN SENI SMANSA

D H E M I T

Penulis : Heru Kesawa Murti (Gandrik)

Diadaptasi oleh : Agus Suharjoko, S.Sn.

Para Pemain :

Para Dhemit

Rajeg Wesi

Suli

Wilwo

Gendruwo

Jin Pohon Preh

Egrang

Kuntilanak

Sawan

Sesepuh Desa

Pembantu Sesepuh Desa


Pohon yang tersebar dilereng bukit itu ditebangi, membuat para dhemit penghuni pohon itu tercerai bera, kacau tak karuan. Tempat tinggal mereka itu telah digusur.

Di daerah lereng tersebut akan segera dibangun kompleks perumahan. Para dhemit akhirnya lari tunggang langgang, sementara traktor dn gergji mesin tak hentinya menderu, meraung-raung merobohkan pohon-pohon itu dengan tak peduli sama sekali.

Para dhemit mengerang, kecewa, marah dan terancam.

01. Para Dhemit

(diucapkan koor) Paraketa malaekat, kalayan nambang sedaya rupa peksi. Nucuki lara utama impen ala umpamane sedaya yekti cinucuk sirna rampas, papas, wus titi......

Terdengar lagi suara kacau balau. Kali ini diikuti oleh karyawan proyek pembukaan dan pembangunan kawasan itu. Suara erangan yang menyayat hati. Para karyawan itu tiba-tiba terserang secara mendadak.

Rajekwesi, kontraktor yang memimpin pembukaan kawasanitu tengah menghadapi Suli, staf ahli yang dikontrak dan dipercayainya. Rajekwesi tampak tengah kacau pikirannya.

02. Rajeg Wesi

Suli! Edan, edan kamu. Kamu ini bukan juru tulis, tapi konsultan saya! Jadi tidak hanya cukup bermodalkan rajin saja. Kamu harus menerorkan otakmu yang cemerlang. Sebab selama ini, kamu itu tidak pernah memuaskan saya.

03. Suli

Oooooo.......... jadi selama ini pak Rajeg belum pernah merasa puas ta. Ngomong pak Rajeg!

04. Rajeg Wesi

Ya, kadang-kadang puas, tapi ya sering tidak. Sebab selama ini kamu belum pernah ikut memecahkan masalah proyek kita ini. Misalnya soal penduduk desa yang berbondong-bondong ke sini minta pekerjaan, kamu ikut menyelesaikan apa. Tidak! Terus soal pekerjaan pekerja yang mendadak sakit, soal pohon preh yang sulit ditebang, kamu ikut menyelesaikan apa? Juga tidak!

05. Suli

Pak Rajeg jangan hanya menyalahkan saya. Pak Rajeg tahu, tanah di sini ini labil. Mudah longsor. Saya sudah mengusulkan agar dibuat sistem terasering. Dan soal pohan preh itu memang sulit ditebang, meskipun sudah menggunakan traktor.

06. Rajeg Wesi

Itu artinya kamu percaya dengan pemikiran penduduk desa!

07. Suli

Bukan begitu pak Rajeg. Kita sebagai orang baru di sini, sebaiknya kita menghargai pemikiran penduduk ini!

08. Rajeg Wesi

Sama saja! Artinya kamu bahwa pohon preh itu ada penunggunya. Ada demitnya. Katanya insinyur, lha kok percaya demit. Katanya jujur, lha kok nggapit?

09. Suli

Baiklah, Pak Rajeg. Bapak boleh tidak percaya pada saya. Saya tidak akan sakit hati. Tapi saya masih punya cara lain yang bisa digunakan untuk proyek kita ini.

10. Rajeg Wesi

Suli! Soal teori saya percaya betul bahwa kamu bisa. Tapi yang penting prakteknya. Buktikan, cocok tidak dengan proyek kita!

11. Suli

(sambil menyerahkan berkas rencana kerja) To the point sebaiknya pohon preh itu tidak usah ditebang. Dan sebagai gantinya, kita bikin jembatan masuk ke kompleks ini. To membuat jembatan itu sudah ada dalam DIP. Daftar Isian Proyek.

12. Rajeg Wesi

Kalau cuma usulan begitu saja, saya bisa! Lha wong saya ini pemborongnya. Saya ikut mempengaruhi pembuatan DIP itu kok.

13. Suli

Kalau begitu, tidak ada masalah kan?

14. Rajeg Wesi

Lho kok tidak ada masalah bagaimana. Kalau jembatan itu jadi dibuat, saya tidak bisa nguntet. Lumayan lho nguntet jembatan itu.

15. Suli

Tapi ingat pak Rajeg, proyek ini proyek besar, dan pak Rajg adalah pemborong yang bonafid. Saya sendiri sebagai konsultan menginginkan agar proyek ini betul-betul berhasil.

16. Rajeg Wesi

Tapi ingat, kamu konsultan saya. Artinya manut saya pemborong ingin untung, konsultan bikin yang untung.

17. Suli

Tapi pak Rajeg harus ingat akibatnya nanti.

18. Rajeg Wesi

Akibatnya nanti. Yang penting untung, sekerang. Sudah, tidak usah banyak omong, yang penting ini ! surat dari kabupaten!

Rajeg Wesi menyerahkan surat itu kepada Suli.

19. Suli

(setelah membaca surat itu) Pak Rajeg, ini kebetulan sekali. Inilah kesempatan yang saya tunggu-tunggu. Kalau Pak Bupati datang, kita beberkan saja kesulitan yang kita hadapi.

20. Rajeg Wesi

(langsung marah dan gusar) goblok! Itu namanya cari penyakit! Sama pak Bupati dan konco-konconya itu, ngomong saja yang baik-baik. Kejelekan itu perkara interen dan masalah ini sebetulnya bukan tugasmu adalah memecahkan semua persoalan yang kita hadapi. Termasuk para pekerja yang sakit mendadak itu. Selesaikan dengan cara yang paling tepat dan murah. Aku puny usul, bagaimana kalau para pekerja yang sakit mendadak itu, kita make up saja wajahnya. Biar kelihatan wajahnya. Biar kelihatan waras. Lantas mereka kita suruh kerja keras saat kunjungan itu berlangsung. Sesudah itu mati ndak apa-apa.

21. Suli

Saya tidak setuju! Itu pembunuhan!

22. Rajeg Wesi

Tapi untung Suli. Sudah! Sejak tadi kamu cuma omong terus. Padahal persiapan kunjungan itu sama sekali belum ada. Sekarang tugasmu, bikinkan saya teks pidato penyambutan itu.

23. Suli

Tidak bisa pak Rajeg. Itu bukan bidang tugas saya. Sebaiknya pak rajeg mencari tenaga khusus untuk membikin teks pidato. Bukan saya pak Rajeg. Bukan saya.

Tiba-tiba Suli lenyap. Dhemit sawan yang menculik wanita itu, lalu segera cepat-cepat menghilang. Rajeg Wesi kebingungan kehilangan konsultannya itu.

24. Rajeg Wesi

Sepertinya kamu ini tidak tahu saja. Ini mananya pembatasan tenaga kerja. Jadi kamu.....kamu.....ka....mu. lho, Suli. Lho ini pasti sulapan!

Rajeg Wesi segera terburu-buru pergi dari tempat itu dengan kebingungan dan ketakutan.

BAGIAN KEDUA

Pohon preh menjulang ke angkasa. Pada suatu ketika, di sebuah alam lain, di alam para demit. Datang berbondong-bondong, demit, wilwo, egrang, genderuwo dan kuntilanak, ke tempat tinggal jin pohon preh mereka hendak melapor tentang digurnya mereka itu dan jagad demit yang tengah dirusak oleh manusia.

Sampai mereka di tempat tinggal pohon preh, mereka langsung saling mengungkapkan kemarahan, kegelisahan dan kecemasan mereka.

25. Wilwo

(memandang mereka dengan gusar dan mangkel) katanya kalian ini dhemit priyayi, lha kok urakan? Mau ketemu pimpinan dhemit itu harus yang sopan. Ada buku tamu, ya diisi. Ada satpam, ya lapor dulu.

26. Genderuwo

( menanggapinya juga dengan mangkel) apa kamu bilang? He, kenapa omonganmu jadi seperti itu? Kita ini baru mengalami musibah. Teman-teman kita banyak yang menderita. Ini keadaan darurat, kamu kok masih sempat-sempatnya bicara birokratis seperti itu. Apa kamu ini memang sudah kangslupan manusia?

26. Wilwo

Lho, edan ki! Bicaramu tiba-tiba kok kekiri-kirian?

27. Genderuwo

Apa kamu bilang? Kekiri-kirian? Ketahuilah, kekiri-kirian, kekanan-kananan itu adalah istilah manusia dari dunia kasar. Kita kaum dhemit tidak mengenal istilah macam itu. Sebab dhemit adalah universal!

28. Egrang

( sambil memainkan tangan genderuwo) kita ini baru desak, lu tau. Lu gak usah banyak bacot. Ayo, langsung aja kita dobrak rumah jin pohon preh!

29. Genderuwo, Egrang, Wilwo

( serentak bersama-sama mengerahkan sekuatnya) aaaaaaaaaaaaaaaaaaaa uuuuuuuuuuuuu............! aaaaaaaaaaaa aauuuuuuuuuuhhhhhhhhhhhhh...........!

Mereka mendobrak tempat tinggal jin pohon preh itu dengan sekuat-kuatnya. Lalu tiba-tiba, jin pohon preh, pemiliknya, muncul, menghadap mereka.

30. Jin Pohon Preh

( menghadapi para dhemit dengan seksama) siapa yang mengganggu kenyamanan istirahat saya? Siapa yang usik kebahagiaan saya?

31. Genderuwo

( dengan penuh hormat) saya, lurahe. Genderuwo.

32. Wilwo

Saya, Wlwo.

33. Egrang

Saya, Egrang.

34. Kuntilanak

Kuntilanak, saya.

35. Jin Pohon Preh

Wo, wallaaahhhh.....ternyata konco sendiri, tiwas di angker-angkerke. Ada persoalan apalah kok berteriak-teriak.

36. Genderuwo

( dengan mantap dan merajuk-rajuk ) aduh ketiwasan lurahe. Para manusia telah memporak-porandakan tempat tinggal kami, para dhemit!

37. Wilwo

Bener, lurahe! Ekologi para dhemit telah dinyanyah-nyunyah oleh bangsa manusia.

38. Egrang

Tempat tinggal para dhemit sudah ludes semuanya.

39. Genderuwo

Kita digusur, lurahe!

40. Wilwo, Egrang, Kuntilanak

Betul, lurahe. Kita digusur! Kita sudah digusur! Digusur lurahe! Digusur! Digusur! Digusur! Digusur!

41. Jin Pohon Preh

Digusur? Digusur? Lha ya pindah ta? Bukankah jagat kita ini luasnya bukan kepalang? Aplagi kalian ini Cuma dhemit. Tugas kalian ini memang harus senantiasa menyediakan diri untuk digusur-gusur melulu. Lha wong manusia saja bisa dengan gampang dibegitukan kok. Sudahlah, terimalah kodrat itu dengan tulus ikhlas, sehingga kelak kalian bisa dikatakan ” dhemit yang berbudi luhur”.

42. Genderuwo

Tapi, harga diri kita, lurahe! Kita tidak boleh hanya berdiam diri saja melihat kenyataan ini. Kita mesti mengadakan perlawanan terhadap mereka! Harus!

43. Wilwo

Benar, lurahe! Jika kita Cuma pasif, lalu generasi muda dhemit mau ditaruh mana lurahe?

44. Egrang

Lantas kita ini harus tinggal di mana dong!

45. Jin Pohon Preh

( memandang mereka dengan ketawa kegelian) kalian ini lho, dhemit kok heroik banget. Sudahlah, sebaiknya persoalannya yang tampaknya gawat ini kita bicarakan saja dengan hati yang lapang. Kita bicarakan dengan face to face, heart to heart....... oke?

46. Genderuwo, egrang, Wilwo, Kuntilanak

( serentak menyahut bersama-sama) okey…………..okey……..okey……..!!!

47. Jin Pohon Preh

Nah, mestinya kan begitu. Kompak. Persis penataran. Sekarang bicaralah yang gamblang. Apa mau kalian?

48. Wilwo

( langsung berdiri, bicara dengan mantap dan yakin) jadi begitu, lurahe... berdasarkan yang kami lihat sendiri dengan mata telanjang, bahkan dengan berbagai sudut pandang dan segala cara pendekatan beserta pisau analisis kami.....

49. Kuntilanak

( langsung menyambung Wilwo, mantap dan yakin) tindakan manusia dari dunia kasar itu sudah tidak lagi mengindahkan pertimbangan-pertimbangan etis dalam kerangka pemikiran dan pranata sosial para dhemit, menurut...............

50. Egrang

( langung menyambut dengan gayanya sendiri ) saya mencoba mempertajam benang merah saudara wilwo ini bahwasanya status quo tatanan para dhemit punya aspek kultural historis, secara eksplisit, persuasif, kohern.

51. Jin Pohon Preh

( langsung menghentikan dengan gusar ) ssttttttttttoooooopp....! kamu ini ngomong apa? Omongan kalian kok malah berbusa-busa tidak karuan. Ingat, kamu Cuma dhemit staf lho. Kodratmu ini bodoh. Kalau bicara itu yang sederhana, syukur bisa mencerminkan ketololan kalian. Ayo, sekarang ngomong yang simpel.

52. Wilwo, Egrang, Kuntilanak

Begini lurahe, kami mau numpang.

53. Jin Pohon Preh

Nah, begitu saja kan bisa.

54. Genderuwo

( langsung segera memotong) he...he...he... tidak sesederhana itu lurahe, kita harus melihat kenyataan bahwa dhemit sekarang. Sedang mengalami distorsi sosial yang gawat, sehingga kita harus menyikapi realitas ini dengan analisa yang jitu. Lurahe jangan simplifikatif dong......

56. Jin Pohon Preh

Lho,lho,lho, Genderuwo, kamu kok ikut-ikutan bicara berbusa-busa. Kamu ini bagaimana ta? Apa kamu ketularan manusia dari jagad kasar?

57. Genderuwo

Lurahe jangan ambivalen dong!

58. Jin Pohon Preh

Edan! Sekarang para demit sudah tidak dhemitis lagi! Awas, kalau kalian masih bicara kacau juntrungannya, nanti saya kirim ke kelompok-kelompok diskusi mahasiswa. Biar kapok! Biar mampus kalian!

59. Wilwo, Egrang, Kuntilanak

Jangan lurahe, jangan! Jelasnya itu bagaimana ta?

60. Jin Pohon Preh

Jelasnya, kalian itu tergolong generasi muda dhemit yang melempem. Bisanya Cuma ngomong aja, tapi ciut nyalinnya menghadapi kenyataan. Minger.....otak kalian ( sambil memutar kepala Wilwo, egrang, dan Kuntilanak) apa itu? Baru menghadapi persoalan seperti itu saja sudah mengeluh, sambat, sentimentil. Apa itu! Dhemit kok tidak revolusioner!

61. Wilwo

Tapi kami butuh jalan keluar. Jangan Cuma di ejek.

62. Egrang

Iya lurahe, jangan Cuma diejek . beri kami jalan keluar, berilah kami petuah, berilah kami petunjuk, lurahe.

63. Jin Pohon Preh

Apa? Kalian minta petuah? Minta petunjuk? Kok seperti yang sering muncul di televisi itu lho. Tapi, baiklah, karena saya ini memang dhemit generasi tua yang baik, maka, sini, saya beri petuah. Saya kasih petunjuk. Pakai resep yang sudah klise. Wedeni manusia dari jagad kasar itu.

64. Genderuwo

( segera langsung menyahut) sudah lurahe ! tapi manusia-manusia itu sekarang sudah tidak mempan lagi. Malah sekarang ini manusia telah mampu membuat dhemit-dhemit imitasi untuk dijadikan objek komoditif mereka.

65. Jin Pohon Preh

Genderuwo! Kita harus mempercayai, bahwa konco-konco kita di jagad halus ini tetap patuh. Tetap menunjukkan kesetiaannya untuk senantiasa membentengi kehidupan kita.

66. Genderuwo

Tapi berkali-kali saya turun langsung ke jagad manusia, nyatanya mereka tidak takut lagi menghadapi perwujudan kita!

67. Jin Pohon Preh

Pesimistis seperti ksmu itu, artinya meremehkan bakti yang diberikan sahabat-sahabat kita. Bukankah mereka dengan tulus ikhlas, meneteskan keringat untuk menjaga kelestarian kita. Berjuang habis-habisan tanpa pamrih? Kamu tahu bagaimana nyai Blorong masih mampu membikin manusia kalang kabut karena takut.

68. Genderuwo

Lurahe jangan keliru pandang dalam persoalan ini. Nyi Blorong itu sekarang tidak lagi membuat manusia takut, tapi justru menjadikan manusia-manusia itu malah kepincut.

69. Jin Pohon Preh

Tapi kemarin sore, saya baru saja menerima laporan bahwa thuyul masih tetep menunjukkan kualitas keclemerannya dengan baik.

70. Genderuwo

(tertawa dengan terbahak-bahak, geli) Thuyul? Kenapa lurahe justru simpati pada dia? Bukankah thuyul itu telah mencemarkan jagad kita yang sakral, karena sifatnya yang suka mencuri dan clemer itu.

71. Jin Pohon Preh

Tapi, Banaspati masih juga membakari hotel-hotel dan pusat-pusat pertokoan. Kuntilanak dan konco-konconya semakin menguasai panti-panti pijat tradisional.

72. Genderuwo

Lurahe tertipu. Semua sebetulnya bukan rekayasa kita, tapi hasil perbuatan manusia yang menyalahgunakan eksistensi kita.

73. Jin Pohon Preh

Welha, masih juga maido ta kamu? (ia memperlihatkan kaca ajaibnya kepada para dhemit). Ini, lihatlah, bagaimana sesungguhnya kerabat kita berjuang habis-habisan membentengi kita, melawan manusia, membikin mereka berkelejotan kesakitan.

74. Genderuwo, Wilwo, Egrang, Kuntilanak

(sambil bersama-sama melihat dalam kaca ajaib itu, serentak berkomentar) Tubuh-tubuh manusia, tak berkutik, sakit mendadak. Ha,ha,ha! ( menyerahkan kembali kaca ajaib itu kepada jin Pohon Preh).

75. Jin Pohon Preh

Nah, bagaimana? Apakah kalian masih ragu-ragu pada pancaran dedikasi mereka itu? Bukankah, dengan demikian, sesungguhnya tidak ada lagi yang perlu dirisaukan?

76. Genderuwo, Wilwo, Egrang, Kuntilanak

(koor, serentak bersama sama) Nggih!

77. Jin Pohon Preh

Bukankah jagad kita ini sesungguhnya aman?

78. Genderuwo, wilwo, Egrang, Kuntilanak

Nggih!

79. Jin Pohon Preh

Stabilitas keamanannya terkendali.

80. Gendruwo, Wilwo, Egrang, Kuntilanak

Nggih!

81. Jin Pohon Preh

Tenteram. Tidak ada gangguannya yang berarti. Makanya kalau kalian Cuma kepingin numpang cari gratisan, mangga saja. Silakan. Dengan senang hati kalian kuizinkan tinggal di tempat Jin Pohon Preh ini!

82. Gendruwo, Wilwo, Egrang, Kuntilanak

Terima kasih!

Tiba-tiba terdengar suara gemuruh buldozer, meraung-raung gaduh, bising dan menakutkan. Sekian lama, suara itu semakin mendekat, ngeri. Para dhemit itupun kalang kabut semua. Kuntilanak langsung masuk ke tempat tinggal Jin Pohon Preh, menyelamatkan diri.

83. Genderuwo, Wilwo, Egrang

( bersahut sahutan, riuh dan cemas) mereka datang! Mereka datang! Manusia-manusia itu datang lagi, mau menghancurkan tempat ini. Mau melumatkan tempat ini.

84. Jin Pohon Preh

Bertahan! Bertahan! Ayo kita lawan!

Para Dhemit lalu bergerombol. Mereka membidik, mengawasi dan mencermati tingkah para manusia yang tengah mengamuk di kejahuan itu.

85. Jin Pohon Preh

Waduh, mengerikan. Mengerikan sekali. Lho, binatang apakah itu merangkak-rangkak seperti mau memakan kita?

86. Egrang

Itu namanya buldozer, lurahe.

87. Jin Pohon Preh

Lho, siapa orang itu ? Siapa? Bertopi kuning mengacung- ngacungkan tinjunya?

88. Wilwo

Itu pimpinan proyek, lurahe.

89. Jin Pohon Preh

Gendruwo! Ada seseorang lari terbirit-birit, ketakutan, menyelinap ke dalam hutan. Siapakah dia itu?

90. Gendruwo

Ooooo........ itu seorang kawulo cilik yang sedang dikejar-kejar wong gedhe untuk dimintai cap jempol.

Gemuruh buldozer semakin riuh, meraung-raung menjadi-jadi. Para dhemit semakain kalang kabut dan cemas. Tapi mereka tetap berusaha melawan keberingasan manusia-manusia itu.

91. Jin Pohon Preh

Ambil senjata! Ambil senjata! Kita harus tetap bertahan kita harus tetap bertahan. Kita harus tetap melawan. Jangan mundur! Kita halau manusia-manusia itu!

Para dhemit mengambil senjata mereka yang seadanya itu. Mereka segera langsung bergerak serempak mempertahankan hidupnya. Mereka melawan, berlompatan.

92. Gendruwo, Wilwo, Egrang

Ini sudah kebangetan. Melanggar tempat hidup. Melanggar perjanjian. Tidak urus...................!

Para dhemit kembali bersemangat melawan keberingasan manusia-manusia itu. Berlompatan lagi. Menghalau, menggebrak, bertahan. Tapi akhirnya toh kalah juga. Para dhemit bercerai-berai, bergeletaan, berserakkan. Terkapar tak berdaya.

Mereka mengaduh.

93. Jin Pohon Preh

Wuaduuuuh.......sakiiiiiiiiiiiiiit........sakiiiiiiiiiiiiiiiiiiit!!!!!!

94. Gendruwo

Waduuuuuuuuuh............kakiku.........kaku.......kaku.

95. Wilwo, Egrang

Sakit, sakiiiiiiiiiiiit. Perut mual-mual.

96. Gendruwo

Lurahe! Di mana kamu, lurahe?

97. Jin Pohon Preh

Di sini!

98. Gendruwo

Dimana?

99. Jin Pohon preh

Di depan!

Gendruwo mendekati jin pohon preh dengan merangkak-rangkak.

100. Jin Pohon Preh

Gendruwo, aku tidak bisa membayangkan apa jadinya, seumpama kamu, wilwo dan Egrang tidak dengan segera memberikan isyarat kewaspadaan. Ternyata manusia- manusia memang rakus hendak memaksa kita.

101. Gendruwo

Sungguh kejam betul, manusia-manusia itu, lurahe.

102. Jin Pohon Preh

Betul. Rupanya kita memang kalah kuat.

103. Gendruwo

Mereka rakus memakan apa saja.

104. Jin Pohon Preh

Itu memang ciri mereka, gendruwo.

105. Gendruwo

Oh, hijaunya dedaunan dan hangatnya sinar bulan purnama malam jum’at Kliwon, telah mereka ganti dengan deru buldozer dan mesin-mesin. Lihatlah lurahe, mereka memakan apa saja, gunung, hutan, pulau, sungai, tanah, telaga...... dan juga memakan hati nurani mereka sendiri.

106. Jin Pohon Preh

Sudahlah gendruwo, jangan bicara soal hati nurani. Itu bukan perkara kita. Kita, para lelembut ini dikodratkan tanpa hati nurani. Hati nurani itu urusannya manusia.

107. Gendruwo

Justru karena itu urusan manusia, saya menjadi khawatir. Jika alam mereka kuasai lau mereka rusak, sehingga akan terjadi bencana, pasti kita lagi yang disalahkan. Kita semakin terpojok, dinyanyah oleh manusia.

108. Jin Pohon Preh

Sudahlah gendruwo, jangan cemas. Kita harus membangun kehidupan yang rapuh ini. Apapun dan bagaimanapun adanya. Yang pasti aku sangat bersyukur karena kalian memberikan keihlasan menjaga jin pohon preh. Gendruwo, terus terang saya tersentuh oleh pengabdianmu itu. Sepantasnya jika aku sebagai pimpinan di sini, memberikan penghargaan kepadamu. Besok pagi, jika kita menggelar upacara, ingin sekali kuselamatkan di dadamu, sekedar bintang penghargaan: bintang jasa maha dhemit.

109. Gendruwo

Jangan terlalu berlebihan lurahe. Saya tidak mau berstatus sebagai pahlawan.

110. Jin Pohon Preh

Lho, kenapa?

111. Gendruwo

Sebab, bisa jadi sekarang saya menjadi,” Pahlawan ”. Tapi berapa abad kemudian ternyata bukan.

112. Jin Pohon Preh

Tidak, genderuwo! Jauh kepahlawanan itu diselamatkan oleh jin pohon preh, kamu akan tetap jadi pahlawan sepanjang zaman.

113. Gendruwo

( meledakkan kegembiraan) ooooo...... Dewata.

114. Jin Pohon Preh

Husssh! Dhemit tidak punya dewata!

115. Egrang

Sudahlah, lurahe. Kita jangan sampai terlena. Kita harus bangkit menbuat perhitungan dengan manusia itu. Waktu kita sangat mepet lurahe.

116. Jin pohon Preh

Ya,ya. Sebaiknya kita memang harus tetap hati-hati. Jangan sampai terkecoh lagi oleh muslihat manusia. Harus kita temukan strategi baru supaya eksistensi para dhemit tetap terjaga. Manusia harus dibikin kapok. Ya, saya punya gagasan, pasti manusia bakal keder menghadapinya. Coba dengarkan : kita culik wanita dari jagad kasar itu! Bagaimana? Setuju? Staf yang baik dan benar harus bilang setuju, ketimbang nanti dimutasi. Wilwo dan Egrang, bagaimana pendapatmu? Ini prioritas proyek lho.

117. Wilwo

Bagaimana? Ini kesempatan baik lho grang! Siapa tahu kita juga bisa mendapatkan tanda jasa seperti genderuwo.

118. Egrang

Enggak ah, saya sedang repot kok.

119. Jin Pohon Preh

Apa kamu bilang?

120. Egrang

O, enggak kok. Saya sanggup kok, saya tidak repot kok. Tidak repot.

121. Jin Pohon Preh

Repot ah!

Tiba-tiba terdengar kembali gemuruh suara buldozer meraung-raung riuh seperti hendak memangsa para dhemit. Kini terdengar semakin menakutkan dan menghawatirkan. Para dhemit bersiap-siap mempertahankan diri.

122. Genderuwo

( dengan ketakutan dan cemas) mereka datang lagi lurahe.

123. Jin Pohon Preh

Ya kita bertahan! Ayo bertahan!

Para dhemit berjaga-jaga, menghadapi segala kemungkinan yang bakal timbul. Yakni keberingasan manusia. Mereka siaga menghadapi manusia. Tapi yang muncul justru sawan, salah satu dhemit, teman mereka sendiri. Ia datang menggendong sesuatu di punggungnya.

124. Jin Pohon Preh

( memandang kedatangan sawan) lho, ini rak si sawan ta? Lho, ini, kamu kok sudah menggondol wanita dari jagad kasar? Bajigur ki! Gue baru ngomong, elu sudah nyolong! Siapa yang memerintah kamu wan? Siapa-siapa?

Sawan menggunakan bahasa isyarat, karena takut, menunjuk kepada genderuwo. Jin pohon preh langsung naik pitam, marah kepada genderuwo.

125. Jin pohon preh

Edan, genderuwo! Jadi kamu yang memberikan perintah itu? Lancang! Itu artinya kamu meremehkan kewibawaan jin pohon preh, pimpinan para dhemit! Tidak sopan! Tidak pakai tata krama! Saraf! ( genderuwo melotot kepada sawan, menahan marah dan tampak seperti hendak menerkam). Genderuwo, bergerak koordinasi semacam itu bisa mencerminkan kesatuan kita ini yang rapuh. Atau barangkali kamu menyimpan maksud tersembunyi untuk menjegal kewibawaanku? Mau mencemarkan kehormatan piminan? Mempermalukan atasanmu? Subversif kamu! Oleh karena itu, genderuwo, atas segenap kelancanganmu itu, rencana menganugerahkan bintang jasa maha dhemit, dengan ini saya cabut!

Genderuwo langsung menjatuhkan tongkatnya, diikuti Wilwo dan Egrang. Genderuwo tampak putus asa, lunglai, kecewa.

126. Jin Pohon Preh

Para dhemit, kebijaksanaan-kebijaksanaan lancang seperti yang dilakukan genderuwo, merupakan usaha penjegalan. Menohok teman seiring, musuh dalam selimut. Laporan isyarat kewaspadaan tadi, dengan itu bisa diartikan sebagai muslihat. Sekarang saya sudah paham dengan trik-trik kalian. Tabiat inilah yang akhirnya memunculkan krisis kepercayaan. Saya tidak akan lagi dengan gampang mempercayai laporan kalian. Harus ada perhitungan............

Tiba-tiba terdengar lagi suara gemuruh, meraung-raung, mengancam para dhemit, mereka pun kalang-kabut, cemas, siap berlarian untuk menyelamatkan diri.

127. Wilwo, Egrang, Sawan

(serentak bersahut-sahutan dengan was-was) lurahe, mereka datang lagi! Manusia-manusia itu menyerbu kita kembali lurahe. Hati-hati! Mereka mau memangsa kita lagi!

128. Jin Pohon Preh

Apa? Sekarang kamu bilang ada ancaman lagi? Omong kosong! Ini pasti muslihat lagi! Kita ini sebetulnya tidak punya musuh. Musuh-musuh itu hanya ada di dalam pikiran kalian sendiri. Sana, kalau kalian mau terbirit-birit pergi ketakutan! Sana! Pergi! Akan saya hadapi sendiri kalau memang itu ancaman ( ia memberanikan menghadapi sendiri ancaman itu, bagaikan pahlawan. Tapi akhirnya keder juga, karena suara gemuruh itu memang betul-betul hendak melumatnya. Dengan menguntit di belakang Gendruwo yang pergi dari tempat dengan kecewa, ia merengek-rengek minta perlindungan.) Wo, ternyata sungguhan. Aduh, manusia itu benar-benar datang bergerombol hendak memangsa kita. Aduh, aduh, banyak sekali. Banyak sekali. Gendruwo, tolong ya. Tolong, mereka betul-betul datang. Tolong, gendruwo. Tolong.

BAGIAN KETIGA

Di tempat tinggal sesepuh desa, di desa di hutan yang tengah dibuka untuk proyek pembangunan perumahan itu. Sesepuh desa tengah membicarakan persoalan hutan yang tengah dibuka untuk proyek itu kepada pembantu sesepuh desa. Mereka tenggelam dalam pembicaraan yang tampaknya penting dan sangat mendesak itu.

129. Sesepuh Desa

Juragan proyek itu memang sudah kebangetan. Edan betul. Sudah saya peringatkan, mbok kalau nebang pohon di hutan itu jangan seenaknya, lha kok sekarang malah nekat. Nebang seenaknya sendiri. Akibatnya sekarang bagaimana. Tukang-tukangnya ngegletak semua. Sakit mendadak.

130. Pembantu sesepuh Desa

Tapi itu bukan kesalahan kita.

131. Sesepuh Desa

Betul, bukan kesalahan kita. Tapi kan saya sudah memperingatkan. Mbok ya diselamati dulu sebelum nebang. E, lha kok sekarang malah menuduh saya bikin kerusakan, bikin gara-gara. Apa tidak edan itu namanya?

Di tengah-tengah pembicaraan kedua orang yang bersungguh-sungguh itu, tiba-tiba Rajeg Wesi datang, langsung mendekati kedua orang itu.

132. RajegWesi

Maaf, saya terpaksa masuk ke sarang teroris!

133. Pembantu Sesepuh Desa

Kamu salah yang ke 169 kalinya.

134. Sesepuh Desa

Sejak sampeyan datang kemari!

135. RajegWesi

Terus terang saja, proyek saya baru terkena angin ribut. Termasuk daerah ini. Kesempatan ini kamu gunakan untuk menculik Suli, konsultan saya.

136. Pembantu Sesepuh Desa

Kamu salah yang ke 170 kalinya!

137. Sesepuh Desa

Pak Rajeg, sejelek-jeleknya warga desa saya ini, sejelek-jeleknya saya ini, kami masih punya martabat untuk tidak main culik-culikan. Ketahuilah, Suli, konsultan sampeyan itu, hlang digondhol dhemit!

138. RajegWesi

Digondhol dhemit? Sekarang ini apa-apa kok mesti dhemit! Dhemitnya ya kalian berdua itu!

139. Pembantu Sesepuh Desa

Kamu salah yang ke 171 kalinya.

140. Sesepuh Desa

Pak Rajeg, saya bisa membuktikan kalau Suli digondhol demit. Dan saya bisa mengembalikannya hari ini juga. Tapi saya punya satu syarat!

141. RajegWesi

Apa?

142. Sesepuh Desa

Mulut sampeyan!

143. Rajeg Wesi

Bayar berapa?

144. Sesepuh Desa

Jangan bayar saya!

145. Rajeg Wesi

Lantas sama siapa?

146. Sesepuh Desa

Warga desa!

147. Rajeg Wesi

Nah, ini motivasinya ! kamu culik Suli, supaya aku membutuhkan kamu. Lantas kamu saya kerjakan di proyek saya. Benar apa benar?

148. Pembantu sesepuh Desa

Kamu salah yang ke 172 kalinya.

149. Sesepuh Desa

Pak Rajeg, sekarang itu yang butuh siapa? Sampeyan, saya, atau sebaiknya sampeyan minggat saja dari sini!

150. Rajeg Wesi

Tidak. Ini tadi hanya bentakan formalitas. Jadi tidak ad maksud apa-apa. Yang jelas semua syarat sampeyan, saya penuhi, asal Suli dikembalikan pada hari ini.

151. Pembantu Sesepuh Desa

Kalau begitu, mari ikut saya!

BAGIAN KEEMPAT

Di tempat tinggal Jin Pohon Preh

Di tengah-tengah suasana yang menegangkan itu, Gendruwo masuk ke tempat itu diikuti Egrang, Wilwo, dan Sawan. Gendruwo tampak sedang gusar, tegang dan marah. Diungkapkannya kemarahannya itu kepada para dhemit yang mengikutinya, dengan menyanyikan tembang.

Nyanyian amarah Gendruwo

Kecengklok rasaning ati

Si gendruwo, dituduh mendahului pemimpine

Perih rasaning ati

Perih rasaning ati

Apa tumon, apa tumon

152. Gendruwo

Kebangeten!

153. Egrang, Wilwo, Sawan

(serempak bersama-sama, mantap) apanya yang kebangeten?

154. Gendruwo

Kalian duduk dan dengarkan. Kemarin aku membaca kitab ” CAHAWO ”. ”CAHAWO” itu adalah catatan harian Gendruwo. Yaitu buku harian pribadiku sendiri. Di dalam kita itu disebutkan sebuah negeri yang bernama Utaranusia. Utara artinya Lor. Nusiah, artinya manusia. Dus tidak salah lagi,itu adalah negeri kita dahulu yang terletak di sebelah utara kediaman manusia. Disebutkan, di negara Utaranusiah itu, tak ada panas yang terlalu, tak ada dingin yan terlalu, tak ada manis yang terlalu, tak ada pahit yang terlalu, semua tenang.......tenang. tenang...... tenang. Ora ana panas, ora ana adhem, tidak ada gelap tidak ada terang. Adhem ayem, kadiyo siniram banyu wayu sewindu lawase. Negeri kita dulu aman dan tentram. Tak ada perampokan, tak ada kekerasan, apa lagi penggusuran. Al-kisah tiba-tiba datanglah bala tentara manusia dengan membawa peralatan yang meraung-raung bagai srigala, memporak-porandakan tempat tinggal para dhemit. Kerajaan kita dirusak. Harkat kedhemitan kita diinjak-injak.

Waktu itu kebetulan aku menjabat sebagai PPD. Apa itu? PPD adalah panglima pasukan dhemit. Jiwaku menjadi terpanggil untuk berjuang menghadapi agresor yang rakus itu. Aku bangkitkan semangat para dhemit yang lesu, yang parah karena patah semangat. Sehingga demi sedikit semangat para dhemitpun bangkit. Dan dengan lantang aku beni berkata kepada manusia : ” iyah, sakarepmu. Kekejera kaya manuk branjangan, kopat kapita kaya ula tapak angin, kena nenggalane gendruwo, ajur dari sewalang walang ”, saudara-saudara sekalian. ( para dhemit bertepuk tangan ) tapi itu dulu. Sekarang semuanya sudah terbalik. Perjuangan dan pengorbanan yang saya lakukan waktu itu, kini telah dilupakan oleh Jin Pohon Preh. Aku sebagai milik ide, tidak lagi direken oleh, Jin Pohon Preh! Bahkan sekarang dengan gampang ia mencampakkan diri saya semena-mena. Pemimpin macam apa itu. Ahistoris dia! Karena itu saudara-saudara, selagi kalian belum dicampakkan, aku menyarankan agar kalian jangan mau digunakan begundlnya oleh...... Jin Pohon Preh! Setujukah kalian?

156. Egrang, Wilwo, Sawan

( serempak bersama-sama dengan mantap ) setujuuuuu!

157. Gendruwo

Kalian juga jangan mau dijadikan kambing hitam atau korban kesalahan oleh Jin Pohon Preh! Setujukah kalian?

158. Egrang, Wilwo, Sawan

Setujuuuuuuuu...........!

159. Gendruwo

Bagus! Kalian harus berani menunjukkan persatuan dan kesatuan para dhemit. Siapa berani berkata bahwa kita telah kehilangan tenaga? Siapa berani berkata bahwa kita minder dan takut menghadapi manusia? Tidak! Aku berani berkata, kita masih mampu berbuat! Kita tidak pernah merasa minder dan takut. Kita tidak pernah menggantungkan nasib kepada siapapun. Karena dhemit itu, universal. Oleh karena itu, sekarang aku ingin mengemukakan suatu gagasan, yaitu dongkel kedudukan Jin Pohon Preh. Setujukah kalian?

160. Egrang, Wilwo, Sawan

Setu....nggak, nggak.

Pada saat yang bersamaan muncul Jin Pohon Preh. Agaknya ia mendengar semua omongan dan amarah gendruwo.

161. Gendruwo

(sungkan dan malu pada Jin Pohon Preh) nggak kok.....nggak kok, nggak,nggak, nggak.

162. Jin Pohon Preh

Setuju! Jin Pohon Preh itu memeng digusur, karena memang sudah uzur. Sudah saatnya turun ya gendruwo ya? Gagasan cemerlang lho itu. Saya dukung sepenuhnya. Malah kalau perlu saya carikan investornya supaya usahamu yang luhur itu, sukses selalu. Bukannya begitu genderuwo?

163. Gendruwo

(ketakutan, pekewuh) lho, sekarang kok Cuma klecam-klecem, padahal tadi serem. Jangan seperti banci, gendruwo. Kamu ini panglima dhemit. Bukan begitu para dhemit?

164. Egrang, Wilwo, Sawan

( serempak menggeleng )

165. Jin Pohon Preh

Waduh sekarang kalian ikut-ikutan bego’. Padahal kalian juga bersemangat sekali!

166. Gendruwo, Egrang, Wilwo, Sawan

(sambil berdiri dengan serempak) tidak!

167. Jin Pohon Preh

Begitulah, jawaban yang munafik itu, selalu kompak seperti paduan suara. Para dhemit, sekarang kapok tidak bahwa rencana sinting seperti itu berarti menurunkan kewibawaan Jin Pohon Preh?

168. Gendruwo, Egrang, Wilwo, Sawan

Kapok, kapok....... kapok, kapok...... kapok, kapok.

Tiba-tiba terdengar kembali suara gemuruh, meraung-raung mengancam. Para dhemit kalang kabut, bersiap-siap mempertahankan diri kembali, semua saling bertaut mempersatukan diri.

169. Jin pohon Preh

Bagus itu, artinya kita harus kembali dalam ikatan persatuan. Kita kokohkan lagi semangat kita dan kta usir jika musuh datang. Kita singkirkan rasa saling curiga, kita pertahankan kekuatan kita ini!

(Jin Pohon Preh memimpin para dhemit berkonsentrasi dengan menyanyikan tembang)

Apuranen sun angetang

Lelembut ing nusa jawi

Kang rumeksa ing nagara

Pra ratune dhedhemit

Agung sawabe ugi

Yen eling sayadanipun

Kedah kinaryo tulak ginawe

Tunggu wong sakit

Lemah aeng, lemah sangar dadi tawaaaaa..............

Para dhemit menggebrak mengerahkan seluruh kemampuan untuk mengkonsentrasikan diri, mempertahankan diri dari ancaman yang datang itu. Yang datang ketempat ternyata, Sesepuh Desa, Pembantu Sesepuh Desa disertai Rajegwesi. Ketiga orang itu mendekati pohon preh. Para dhemit mengawasi kedatangan mereka dengan seksama. Sespuh Desa diam-diam menghaturkan sesaji. Dan Gendruwo pun lalu menyelidiki kedatangan mereka itu.

170. Gendruwo

( menjelaskan kepada Jin Pohon Preh ) sesepuh desa lurahe.

171. Jin Pohon Preh

Sesepuh desa? Lha, itu artinya kita bakal makan.

172. Sesepuh desa

(khusus kepada Jin Pohon Preh) Jin..........pohooooonnn Preeeeehhhhh! Kini kami...... datang......... membawa sesaji secukupnya-aaaaaaaaaahhhhh.........!

173. Jin Pohon Preh

Egrang, tolong dicek!

174. Egrang

(setelah mencek sesaji Sesepuh desa itu) wuaduh! Kita dihina lurahe! Masak kita dikasi endhas kuthuk!

175. Gendruwo

(marah besar mendekati sesepuh desa, hendak memukulnya) o, edyan! Kurang ajar!

176. Jin Pohon Preh

(menahan gendruwo) eit, gendruwo! Jangan nekat! kamu mesti sabar. Kepada manusia itu, kita harus penuh toleransi. Tidak perlu harus dimaki, dipukul. Sebab manusia datang kemari selalu membawa upeti. Dan yang namanya upeti akan bertambah dengan sendirinya. Sabar ya.

177. Sesepuh Desa

(menambah sesajinya) jika memang dirasa kurang, Jin Pohon preh. Maka dengan ini saya tambah dengan kembang boreh.

178. Jin Pohon Preh

Nah, iya ta. Tambah dengan sendirinya. Karena memang begitukah sifatnya upeti itu. Sedikit-sedikit, lama-lama menjadi.......rumah Spanyolan!

179. Sesepuh Desa

Saya tambah lagi dengn kemenyan.

180. Jin Pohon Preh

Menyan? Wah, lumayan, bisa untuk mut-mutan.

181. Sesepuh Desa

Jin Pohon Preh, kedatangan kami ke sini sebetulnya ingin menanyakan, apakah di sini terselip seorang wanita dari dunia kasar?

182. Jin Pohon Preh

Terselip? Aneh lho. Wanita kok terselip! Biasanya wanita itu kan di, akhirannya ”i” ta?

183. Sesepuh Desa

Adapun nama wanita itu adalah, aduh, siapa ya? Siapa pak Rajeg?

184. Rajegwesi

Suli

185. Sesepuh Desa

Ya, Suli, Jin Pohon Preh.

186. Gendruwo

Suli? Aduh, jangan-jangan wanita yang dimaksud sesepuh desa ini, wanita yang kemarin diculik Sawan itu, lurahe.

187. Egrang

Eh, aneh ya? Kok mereka, manusia-manusia itu, bisa menerti bahasa kita ya?

188. Gendruwo

Itu karena mereka sering menseminarkan kehidupan para dhemit.

189. Sawan

Ya, ndak ta. Mereka itu kan sering baca koran mingguan yang isinya dhemit thok.

190. Wilwo

Ya, tidak ta. Ini akibat komputerisasi di segala bidang.

191. Gendruwo

Soal wanita itu, saya usul lurahe. Tanyakan kepada dia, apakah wanita yang dibawa Sawan kemarin itu tergolong manusia seutuhnya atau tidak. Ini penting untuk menjaga agar jagad ini tetap steril, lurahe.

192. Jin Pohon Preh

Jika demikian kemauan para bawahan, saya sebagai pimpinan yang baik, patuh melaksanakannya. Selamat tinggal.

193. Gendruwo, Egrang, Wilwo, Sawan

Selamat jalan, bapak.

194. Jin pohon Preh

( mendekati sesepuh desa) saudara sesepuh desa, sebelum akhirnya memutuskan keputusan penting, saya perlu ngecek soal wanita itu. Apakah wanita yang kamu maksud itu, tergolong manusia seutuhnya atau tidak, atau manusia yang sudah utuh, atau utuhnya sudah hilang?

195. Sesepuh Desa

Ya, kadang-kadang utuh, kadang-kadang tidak. Ini sangat perlu sekali saya ketahui secara persis. Supaya jagad kami tetap steril, tidak tercemar.

196. Sesepuh Desa

Jika memang ada, perkenankan saya untuk meminta kembali wanita itu.

197. Jin Pohon Preh

Apa? Dikembalikan? Enak saja. Ketahuilah sesepuh desa, meskipun kami ini Cuma dhemit, kami juga menganut asas musyawarah dan mufakat. Artinya, segala keputusan tidak bisa tiba-tiba dilahirkan. Harus dirembuk dengan staf lainnya. Bersediakah sampeyan menunggu?

198. Sesepuh Desa

(mengangguk dengan mantap) silahkan.

Jin pohon Preh segera kembali menuju ke tempat para dhemit. Ia mendekati georombolan dhemit itu dengan bangga dan mantap.

199. Gendruwo,Wilwo, Egrang,Sawan

Selamat datang bapak, selamat datang bapak.

200. Jin Pohon preh

Nah, begini para dhemit, dalam pembicaraan tadi terbesit keinginan manusia, untuk meminta kembali wanita yang ternyata diculik Sawan. Nah, saya meminta pertimbangan kalian.

201. Gendruwo

Saya punya pendapat, agar segera kita membuat perjanjian baru lagi, dan harus ditaati oleh kedua belah pihak.

202. Jin Pohon Preh

Baiklah, jika memang begitu. Sekarang saya akan kesana lagi. Selamat tinggal adik-adik, bapak akan berjuang.

Jin pohon Preh menemui Sesepuh desa.

203. Jin Pohon preh

Se-se-puh de-sa........

204. Egrang

Lurahe! Kurang meyakinkan. Bikin serem, dibikin angker biar menakutkan!

205. Jin Pohon Preh

Seeeee – seeee – puh deee – saaa…..

Sesepuh desa, yang semula tengah berembuk dengan Rajegwesi dan pembantu sesepuh desa, tiba-tiba mendengarkannya dan segera mendekati Jin pohon preh.

206. Jin Pohon Preh

Bapak sesepuh desa yang saya hormati, setelah kami melangsungkan diskusi singkat dengan para staf, akhirnya telah diperoleh intisari dari pada keputusannya yaitu bahwa kami pada dasarnya tidak berkeberatan seumpama wanita Sandra itu pulang ke jagad kasar. Namun begitu, hasil diskusi tadi menyarankan supaya kita harus saling menghormati kedaulatan dan kehidupan masing-masing. Jangan saling memangsa, jangan saling mengganggu ketentraman. Kita harus saling menghormati. Demikian hasil keputusan itu. Terima kasih.

207. Sesepuh Desa

Hasil dari diskusi singkat kami, maka kamipun telah mendapatkan suara bulat, bahwa kami akan memugar tempat ini sesuai dengan citra perdhemitan.

208. Jin Pohon Preh

Apa? Kamu akan memugar tempat ini? Jangan! Itu artinya kamu Cuma akan mengkultuskan dhemit. Itu tidak baik! Kultus mengkultus itu sudah menjadi bagiannya manusia. Dhemit tidak mengenal kultus. Ya, ya, ya, ya?

209. Gendruwo,Egrang, Wilwo, Sawan

Yayayayayaaaaaa...... ha- iya.

210. Sesepuh Desa

Tapi saya kenal kok, ya mbak ya?

211. Pembantu sesepuh Desa

Ha – iya.

212. Sesepuh Desa

Jika usulan saya tidak berkenan, maka saya akan memperbaharui janji, yaitu kami tidak akan lagi mengganggu kehidupan para dhemit. Kami betul-betul berjanji.

213. Jin Pohon Preh

Baiklah kalau begitu. Tapi, kalian sendiri yang membikin janji lho. Kita harus saling menghormati. Sawan! Segera kembalikan wanita dari jagad kasar itu.

Sawan segera pergi menjemput Suli. Sesaat kemudian Sawan muncul kembali dengan membawa Suli, yang diam saja, belum sadar sepenuhnya, Rajegwesi pun belum bisa melihat kehadiran Suli. Tapi Sesepuh Desa bisa meihat kehadiran Suli.

214. Sesepuh Desa

(kepada Rajegwesi) pak Rajeg, apa sampeyan merasa ada sesuatu yang lain?

215. Rajegwesi

(sambil mencelingukan mencari-cari) tidak ada itu.

216. Sesepuh Desa

Goblok ( menunjukkan kepada suli di dekatnya) lha, wanita ini siapa?

Rajegwesi mendekati Suli dan menariknya setelah wanita itu sadar kembali, bahwa ia telah ada di dunianya sendiri.

217. Suli

Lho, kok saya ada di sini?

218. Rajegwesi

Ya, tadi kamu di sana, terus saya tarik kesini.

219. Suli

Saya takut, pak Rajeg?

220. Rajegwesi

Sekarang tak perlu takut, semua sudah saya beresi.

221. Sesepuh Desa

(dengan mendekati Rajegwesi) pak Rajeg, saya sudah memenuhi permintaan sampeyan.

222. Rajegwesi

Terus maumu apa?

223. Sesepuh Desa

Penuhi permintaan saya!

224. Rajegwesi

Untuk apa?

225. Sesepuh Desa

Untuk warga desa!

226. Rajegwesi

Tidak bisa!

Sesepuh meledakkan kemarahannya dengan mencengkram Rajegwesi seperti hendak menerkam. Mereka memang tengah bertengkar seru. Pembantu sesepuh Desa melerainya.

227. Sesepuh Desa

Baik. Kalau sampeyan ada apa-apa sampeyan tanggung sendiri!

Sesepuh desa diikuti pembantunya pergi dari tempat itu.

228. Suli

Pak Rajeg, ada Urusan apa dengan sesepuh Desa?

229. Rajegwesi

Kamu tak perlu ikut campur. Dia tadi mengajak saya di bawah pohon preh itu. Lantas komat kamit biar kelihatan angker. Biar saya takut. Pinter kok sekarang ini cari pekerjaan semacam itu.

230. Jin Pohon Preh

(kepada Gendruwo) masak kita dibilang pinter. Aneh kan. Kita ini di kodratkan sebagai sosok yang bodoh. Saya semakin tidak bisa memahami manusia. Suatu saat menseminarkan manusia. Tapi genderuwo, saya takut manusia itu tidak bisa menepati janjinya.

231. Suli

Dhemit atau bukan, itu tidak penting. Sekarang masalahnya, bagaimana kita bisa menyelesaikan persoalan itu.

232. Gendruwo

Lurahe, tempat tinggal kita ini hanya tersisa sepotong-sepotong. Kita selalu didesak-desak. Jadi mana mungkin kita punya waktu menseminarkan manusia?

233. Rajegwesi

Suli, aku lebih percaya pada otak dan tanganku. Dengan tangan dan otakku ini, alam bisa saya kembangkan.

234. Jin Pohon Preh

Tidak Genderuwo, kita masih bisa menaruh harapan kepada sesepuh desa. Dialah salah seorang manusia di jagad kasar yang tidak bertangan dan berotak gombal.

235. Rajegwesi

Suli, yang jelas, saya tidak ingin proyek saya ini menjadi gombal, hanya lantaran pohon preh itu.

236. Gendruwo

Tapi lurahe, tidak semua manusia itu bisa diajak kerjasama seperti sesepuh desa itu. Apalagi.......( sambil menunjuk kepada Rajegwesi) lihat itu, lurahe. Manusia yang memakai topi kuning itu. Dia sangat berbahaya.

Para dhemit cemas dan takut melihat Rajegwesi.

237. Suli

Pak Rajeg, sekarang tak usah berbelit-belit. Jelaskan apa maunya pak Rajeg sebenarnya.

238. Rajegwesi

Sudah jelas. Robohkan pohon preh itu!

239. Suli

Pak Rajeg, kita sudah tak mampu merobohkan pohon preh itu dengan cara apapun!

240. Rajegwesi

Kamu ketinggalan zaman. Pakai dinamit!

Mendengarkan kata dinamit, para dhemit semakin gusar dan takut. Mereka bersikap waspada. Mereka mulai beraksi. Kalang kabut. Sementara Rajegwesi sibuk mengatur dinamitnya untuk di sekitar pohon Preh, siap diledakkan.

241. Suli

Ingat pak rajeg. Akibatnya bisa gawat sekali. Tanah bisa longsor semuanya.

242. Rajegwesi

(sambil memasang dinamit) hentikan konsultasimu Suli! Minggir sana!

243. Suli

Baik, kalau begitu akan saya panggil seluruh penduduk desa, akan saya panggil sesepuh desa.

244. Rajegwesi

(sambil memasang dinamit) panggil sana! Panggil semua penduduk desa!

Para dhemit semakin gusar dan cemas melihat rakitan dinamitnya ada dimana-mana,di sekelilingnya. Kini mereka benar-benar kalang kabut, tercerai berai..

245. Rajegwesi

Suliiiiiiiiiiiii.................. lihat ini, Suliiiiiiiiiiii...................!

Rajegwesi menekan tombol lalu meledakkan dinamit itu menghanckan kawasan itu, pohon preh hancur, tumbang. Para dhemit lenyap. Rajegwesi tersungkur sendiri. Tanah di situ kini longsor.

Terdengar suara meraung-raung, suara menyayat hati. Suara mengerang kesakitan. Dan ketika semua reda. Ketika semua sepi, muncul pembantu sesepuh desa, ia lari terbirit-birit, melihat sekelilingnya. Saat melihat Rajegwesi terkapar tak berdaya di tengah-tengah tanah sekelilingnya yang longsor itu, ia berhenti. Memandangnya tajam.

Selesai.